Kalau kau bilang senjata
dan tersuruk pada sungai darah
itu jelmaan kata
kutatap kau dengan mataku
agar kau menelan belati
Mungkin itu sajak fiksi ( ? )
tentang tuan presiden yang menangis
bertahun-tahun di halaman istananya
padahal air mata
telah menutupi petak-petak kami yang tetap kering
Langit kami bahkan sudah robek
di atas cermin retak membentang
sehingga gelap terbit semesta
dari dalam rongga mata yang anginnya terlalu pahit
*) Puisi Are Dahara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar