Di luar angin bertiup dengan sangat kencang,melempar hujan jatuh berderai ke dinding. Dalam kelambu itu mereka saling peluk,saling menenangkan sehabis mendengar bunyi pohon tumbang. Lelaki itu memeluk erat wanitanya dan dalam eratnya pelukan itu wanitanya pasrah saat ia hujani dengan ciuman.
“Lilina.”
“Ya kakanda.”
“Akan kuceritakan sesuatu untuk kamu. Maukah kamu mendengarnya?” Jawabannya hanyalah senyumnya dan bening matanya katakan ia menginginkannya.
* * *
Lelaki itu gemuk dan pendek,biasanya berpakaian sederhana –lipa hitam yang menutupi celana pendek di dalamnya,baju batik usang, sandal jepit dan topi cow boy. Orang-orang biasa memanggilnya Romo Mimpi karena dia memang suka menceritakan mimpi-mimpinya atau juga kisah-kisah yang menawan hati entah itu benar atau tidak,meski sepertinya benar. Ia sendiri pula mimpi karena datangnya dan perginya adalah udara,tak ada yang melihat,tak ada yang tahu hanyalah perasaan bahwa ia tidak adalah yang membuat mereka hampa. Nama aslinya tak mereka ketahui, seperti yang kukatakan tadi, dia sendiri seperti mimpi. Ada yang tahu nama aslinya hanya mereka sudah tidak ada lagi, bahkan perihal mereka yang tahu itu pun tidak diketahui lagi. Sungguh begitu mudah membiarkan sesuatu yang harusnya mereka tahu dan ingat pergi begitu saja.
Ada yang mengatakan Markus adalah nama aslinya, atau Gatot, atau Bayu,seperti dia yang menyerupai angin, atau Umbu, atau Ba’i. Tetapi ada juga yang bilang kalau dia bernama George W. Bush, nama yang menakjubkan bagi pikiran anak kecilku karena dia seperti mengandung busa dan aku suka busa.Ia sendiri mengatkan bahwa ia hanyalah mimpi yang mengambang dari benak setiap orang.
“Siapa kamu sebenarnya?”
“Aku hanyalah mimpi yang mengambang dalam benak setiap orang. ”Tentu saja kami yang anak-anak tidak mengeri apa yang dia maksudkan sebab yang kami tahu mimpi adalah yang datang saat kami tertidur. Tak tahulah apakah beberapa orang besar yang ikut mendengarkannya mengerti ataukah tidak. Sepertinya mereka juga hanyalah pendengar.
Suatu siang di musim panas yang gersang, aku melompati jendela kamarku lalu berlari ke tempat orang-orang biasanya berkumpul mendengarkan dia menceritakan kisah-kisahnya.
“Romo Mimpi, tolong ceritakan untuk kami mimpi yang indah!”
“Oooo………jadi mimpi yang selama ini tidak indah nenurut kalian? ”Wajahnya berubah serius. Tentu saja anak-anak bersungut-sungut memarahi teman yang meminta tadi. Tetapi kemudian Romo Mimpi tersenyum dan kami pun lega. Para pendengar bertambah seiring mimpi dan kisah yang terus berlanjut. Seperti biasanya tempat ia becerita selalu ramai dengan orang-orang bahkan ada yang mulai membuka warung nomaden dan bila sampai malam tiba ia belum selesai dengan kisanya atau karena kami masih menginginkan kisahnya, maka berdirilah semacam pasar malam yang malam, gelap tetapi meriah. Bapak dan Ibu melarangku mendengarkan kisah-kisah Romo Mimpi,seperti juga beberapa teman yang lain.Bapak bilang Romo mimpi itu pembohong. Meski demikian kami, kami selalu menemukan cara untuk lepas dari pengamatan. Sehebat-hebatnya pengawasan pasti ada pelanggaran karena semakin hebat pengawasan atau larangan semakin hebat pula cara yang digunakan untuk melawannya. Semakin hebat larangan semakin hebat pula pemberontakan. Begitulah manusia pada dasarnya terlahir sebagai pemberontak.
Romo Mimpi bercerita tentang negeri kami di tahun 3000-an, tentang kami yang sudah jadi orang hebat, tentang teknologi yang kami ciptakan, tentang segala sesuatu yang bisa begitu mudahnya kami dapatkan, tentang anak-anak yang pergi sekolah sesudah makan pagi, tentang negeri yang damai tanpa demonstrasi-demonstrasi mahasiswa karena demonstrasi sudah tidak diperlukan lagi. Dia katakan kalau si Kuncup lah yang jadi presiden kami. Hahahahaha, aku sudah lupa apa yang dia katakan tentang aku. Sungguh itu hanya mimpi tetapi kami benar-benar mendengarkannya, entahlah kami selalu butuh mimpi-mimpinya dan itu menakjubkan. Dan sekarang aku ingat,saat itu Romo Mimpi seperti preiden kami saat itu.
“Lalu dimana Romo Mimpi saat itu?”
“Aku tidak melihat diriku dalam mimpi itu.”
“Ah, itu tidak adil. Itukan mimpinya Romo. ” Romo Mimpi tersenyum.
“Sudah ya?Romo mau pulang,capek,lelah.” Para pendengar serempak melenguh pamjang.
“Romo mau pulang. Romo lapar. Kecuali kalau kalian beri aku makan.”
“Sudah habis makanaan kami berikan untukmu, tetapi kami masih mau dengar mimpimu.”
“Aku sudah ceritakan mimpi-mimpiku.”
“Kami ingin mimpi yang lain, ”seorang lelaki berteriak dengan marah.
Lalu tiba-tiba semua orang yang mendengarnya, kecil besar, lelaki dan perempuan bangun dan menangkap Romo. Kecuali aku. Saat mereka hendak menangkapnya, aku lari membawa ketakutan yang amat sangat ke kamarku, melompati pagar, jendela lalu bersembunyi di kolong tempat tidur, tentu bersama rasa takut itu. Aku tak mendengar bunyi apapun dari tempat tadi, hanya kurasakan teriak kesakitannya, takutnya,dan buasnya orang-orang itu.
Keesokan harinya aku tak melihat lagi Romo Mimpi dan orang-orang tak lagi mendengar mimpinya, karena sudah ada pemimpi yang lain. Dan aku tak pernah menanyakan apa yang tejadi paa Romo Mimpi, sebab aku tak ingin mendengarnya. Tetapi soal itu kata orang,para pendengar saat itu telah dihasut oleh orang yang selanjutnya menjadi pemimpi baru itu. Aku juga tak lagi mendengar mimpi, entah siapapun yang menceritakan karena ayah melarangku. Kata ayah, mereka berbohong dan jika aku ketahuan mendengarkan mimpi, aku kan dihukumnya dengan amat sangat. Aku tak tahu selanjutnya tentang pemimpi baru itu. Yang aku tahu adalah bahwa mimpi adalah mimpi dan hanyalah mimpi.
* * *
Wanita dalam pelukan lelaki itu tampak masih mendengarkan walau matanya yang besar itu sudah sangat sayu.
“Teruskanlah!”
“Tidurlah! Sudah hampir pagi”
“Aku masih mau mendengarkan ceritmu. ” Wanita itu berbohong.
“Ah jangan. Aku sendiri berharap itu hanyalah mimpi.”
* * *
*) Cerpen oleh Are Dahara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar